Selasa, 02 Juli 2013

Badai Semalam




"sepercik harapku yang padam disapu badai semalaman"





Rapuh sudah hatiku. Keropos seperti kayu-kayu penyangga rumah tua. Tapi aku mengerti, suara-suara alam itu. Angin yang bergemuruh atau suara katak berdendang selepas hujan. Mereka senantiasa berbahagia setelah apa yang dahsyat menimpa. Bukanya mereka lemah dariku? Tapi mengapa mereka bisa?". Beribu tanya sempat ku lontarkan tapi percuma saja mereka masih tetap saja seperti biasa, hanya bergemuruh dan bernyanyi merdu menghantar dingin malam.

Mungkin aku terlalu bodoh hingga menjadi penyesal akut ?". Entahlah mataku terlanjur lelah mencari jawabnya.

Aku pun hanya berjalan semampuku bisa. Berjalan biasa hingga tertatih, bahkan terseok-seok hanya untuk mengikutimu. Aku telah sekuat tenaga menggenggamu sampai bayangmu pun pudar diterpa cahaya matahari. Haruskah yang kulakukan kini menangisimu? Atau menjerit memanggilmu serta mengatakan bahwa aku mencintaimu sampai urat pita suaraku ini putus?". Kau tahu aku hanya terguncang diam. Terguncang diam.

Air mataku enggan meleleh jatuh tetapi kau tahu hatiku hancur berhamburan, berserakan di tepian jalanan. Tiada satu manusia pun yang mengerti itu. Termasuk kau.



Memang kau dulu tiada, setitikpun aku tak mengenalimu tetapi dahsyat deburan ombak selalu melemparkan buihnya sampai ketepi pantai manapun yang tak pernah terjamah. Iya seperti buih, kusebut kau buih yang dihantarkan ombak takdir untuk menyinggahiku. Tetapi yang kudapati kini kau bukanlah buih itu. Kau lebih seperti bahtera yang melabuh sementara di dermaga pantaiku lalu pergi dengan gagahnya. Sedang aku sendiri lagi bersama rintihan lautan lepas.

Kini yang mampu kubawa hanya tulus hatiku. Biar rasaku sirna dengan sendirinya. Rasa yang sejak awal  kutumpuk hanya untuk ingin membuatmu tersenyum. Biarlah ketulusanku yang putih ini memungut ratusan bahkan ribuan kotoran luka darimu. Aku rela, demi kau yang terlanjur kucinta. Berlarilah kencang ke ujung duniamu yang mungkin buatmu menyimpan bahagia. Kalau perlu terbanglah tinggi, tembuslah galaksi-galaksi angkasa sana seandainya itu kau bisa menemukan arti kebahagaian.

Mungkin bukan denganku kau bisa rengkuh bahagiamu.
Tapi aku yang merasakan bahagianya ketika aku bisa mengiringimu apalagi jika tanganku mengisi ruang kosong di kelima ruas jari jemarimu itu. Aku pasti sangat bahagia.

Tapi itu hanya mimpiku, mimpiku yang sangat indah. Dan semua berbalik ketika ku temui realitanya. Kau yang selalu menghabiskan rumitnya waktu denganku hingga seolah kau percikan api harapan untuku. Tapi dengan cepatnya percikan itu padam saat ku tahu malam itu ada badai menerpaku. Badai itu , ketika kau telah bersamanya tepat malam itu.


"sepercik harapku yang padam disapu badai semalaman"


--Badai Semalam


patria agusta permadi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar